Oleh: Dr. dr. H. Jaya M. Munawwar Al Badri, SpKj, M.Kes, MARS
Nasab itu nasib, nasab itu pasti takdir.
Hari ini para ulama, masyarakat Islam, umat Islam terjebak dan tergiur dengan perangkap syaitan laknatullah. Sifat-sifat kesombongan muncul padahal itu seburuk-buruk amal dan sifat. Polemik asal usul, nasab sampai kepada Rasulullah ﷺ dibesar-besarkan, dan yang akan berujung perpecahan. Yang merasa dekat, jauh dan bukan bernasab sama saja terlihat sifat sombongnya. Maka waspada, hati-hati, jauhi, dan hindari keributan ini, gaduh tentang nasab.
Memang Nasab itu nasib oleh karena harus diusahakan keotentikannya agar dapat dibuktikan secara material. Riwayat nasab yang tertulis dan masyhur, tercatat dalam lembaran-lembaran keluarga dan lembaga pentahsih. Ilmu nasab berkembang dimasa Nabi Muhammad ﷺ. Abu Bakar RA termasuk expert dalam ilmu ini. Bila dalam ilmu kekinian ada usaha menggunakan satu rangkaian tes DNA bisa saja dilakukan meskipun apabila sudah beratus-ratus abad lamanya hasil analisisnya hanya menggambarkan asal muasal satu jalur migrasi satu populasi ras genetik saja (bukan riwayat satu keluarga). Dan bila ingin buktikan satu galur keluarga tertentu maka masih harus dibuktikan dengan sumber-sumber lainnya. Sehingga terlalu dini bila sudah mengklaim pasti antara anak, bapak, kakek dan datuk-datuknya.
Nasib itu tidak sama dengan takdir qadar, maka Tuhan YME yang memilih dan berkehendak atas segala nasab-nasab seseorang. Tidak ada sedikitpun campur tangan manusia, maka janganlah ada kegaduhan karena berlian tetap berlian, emas tetap emas walaupun dicampur dengan tanah liat yang hitam sekalipun.
Nabi Muhammad ﷺ sebagai manusia pilihan pun dijaga nasabnya oleh Allah ﷻ. Pada saat Nabi ﷺ bercerita secara nasab material harus diusahakan ada bukti turun-temurun, ada catatan keluarga sampai ke Adnan. Beliau pernah mengatakan dalam hadisnya,
Nasabku dijamin (otentik) sampai pada Adnan AS.
Sedangkan Adnan sampai Ibrahim AS, masih menjadi perdebatan karena simpang siur riwayat dan Nabi ﷺ tidak mendapat petunjuk dari Allah ﷻ.
Nasab ini pasti takdir /suratan yang telah ditulis di Lauhul Mahfudz. Rasulullah ﷺ telah ditakdirkan menjadi manusia pilihan sehingga ada banyak bukti-bukti bukan material lainya yang sangat kuat sebagai takdirnya bahwa beliau adalah manusia pilihan yang nasabnya tersambung dengan nabi Ismail AS, Ibrahim AS sampai Nabi Adam AS.
Berikut ini adalah bukti-buktinya:
1. Abdullah dan Ismail adalah anak yang menjadi persembahan dari Ayahnya, sebagaimana hadis dan Al Quran.
2. Seseorang yang masih ada kekerabatan nasab, maka dalam mimpi datuk-datuk eyang-eyangnya akan sering hadir dalam mimpi-mimpinya. Nabi sering bercerita mimpi bertemu Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS.
3. Peristiwa dan kejadian lainnya yang berulang bisa saja terjadi seperti di masa lalunya. Abdul Muthalib mengganti kurbannya dengan 100 unta, sedang Nabi Ibrahim AS menggantikan dengan domba dari Syurga.
Inilah bukti yang lebih otoritatif dari pada klaim sepihak atau informasi lain dengan dalih kajian ilmiah dan lain-lain.
Tidak produktif kita menggaduhkan sesuatu yang sudah tidak sangat urgenty saat ini hanya sibuk mendebatkan, keluarga Baalawy apakah ada atau fiktif. Maka biarkanlah sesuatu yang terjadi biarkan apa adanya. Menjaga persaudaraan antar umat Islam lebih baik saat sekarang. Karena saat ini kita sudah memasuki periode nubuat kembali setelah melewati empat periodesasi umat Islam. Semua persoalan, Tuhan sendiri yang akan menyelesaikan melalui manusia pilihan-Nya di akhir zaman. Ia sudah hadir di tengah-tengah kita, siapa pun dia harus kita sokong, dan songsong siapapun dia.
Mari bersama-sama menyambutnya dengan suka cita karena pemimpin nubuat yang telah dianugerahkan petunjuk melalui Al Mubasyirat telah hadir. Ia akan memenuhi bumi dengan kedamaian, keadilan dan kesejahteraan. Tuhan sedang menguji kita dengan kesabaran sampai masanya kelak hampir sampai waktunya setelah penyampaian pesan akan ditakdirkan memimpin dunia.
Jangan ragu, jangan takut, dan jangan mengikuti langkah-langkah hawa nafsu untuk saling berpecah belah, waktu sudah habis. Mari bersama menyongsong takdir ini.
Wallahu a’lam
Amiiin