Sosok Salman Al Farisi dan Pencarian Kebenaran, Sebuah Antitesis Kekinian Zaman
Oleh: Dr. dr. H. Jaya Mualimin, SpKj, M.Kes, MARS
Bukti Nyata Salman Al Farisi
Salman tidak bertanya kepada orang lain. Ia genggam rahasia dirinya datang ke Yastrib, kota dengan tanaman kurma yang subur dan hijau dibanding dengan tanah kelahirannya yang tandus dan merahnya hamparan pasir yang luas.
Kota metropolitan Yastrib penduduknya terdiri dari banyak suku antara lain: Qainuqa, Nadzir, Quraidzah dari klan Yahudi; dan Aus dan Khazraj dari klan Arab.
Salman seorang diri dengan langkah tegap membuktikan langsung kepada Nabi Muhammad ﷺ tentang kebenaran Mesiah Nabi akhir zaman, walaupun saat itu Nabi tidak populer di kalangan kaumnya, Quraisy, di Makkah yang memaksa Nabi serta pengikutnya pindah ke Yastrib.
Salman tidak ragu juga bimbang kecuali harus bertemu dan mencocokan nubuwat yang selama bertahun-tahun ia genggam dalam keyakinan juga pikirannya.
Kabar Gembira
Salman sudah tiba dan tinggal di kota Yastrib beberapa tahun sebelum Nabi Muhammad ﷺ hijrah. Hari-harinya diliputi keyakinan bahwa laki-laki yang telah dijanjikan pasti akan ditemuinya sesuai dengan pesan para guru pendetanya.
Satu waktu, saat sedang berada di atas pohon kurma, seorang tamu majikannya datang. Tamu itu menyampaikan bahwa Bani Qailah sedang berkumpul di Quba bersama seorang lelaki yang baru tiba dari Mekkah yang diyakini sebagai Nabi ﷺ. Terkejut mendengar cerita tamu itu, Salman Al Farisi pun nyaris jatuh dari pohon kurma.
Hari-hari Penantian telah Berakhir. Sang Juru Selamat telah Datang!
Memberi Sedekah dan Hadiah
Saat itu pun tiba, Salman penasaran dan mencoba mencari tahu tentang sosok lelaki itu. Salman Al Farisi sesegera membawa makanan untuk disedekahkan kepada Rasulullah ﷺ yang masih ada di Quba.
Sesampainya di sana, Salman mengutarakan tujuannya untuk memberikan sedekah makanan kepada Rasulullah ﷺ. Namun, Rasulullah ﷺ justru tidak menyentuh sama sekali makanan sedekah itu. Lelaki mulia yang telah dinanti sekian lama itu malah menyuruh para sahabat yang ada bersamanya memakan sedekah dari Salman.
Justru dari hal itulah yang menguatkan keyakinan Salman Al Farisi bahwa salah satu tanda kerasulan Nabi akhir zaman yang pernah disampaikan pendeta yakni Nabi di akhir zaman itu enggan memakan sedekah.
Beberapa waktu kemudian Salman pun membawa kembali sebungkus makanan. Ia pun menyampaikan tujuannya datang dengan makanan sebagai hadiah dan penghormatannya kepada Rasulullah ﷺ.
Rasulullah ﷺ pun menerima hadiah itu dan menyantap makanan yang dihadiahkan Salman bersama para sahabatnya. Maka makin menjadilah keyakinan Salman bahwa laki-laki mulia tersebut adalah yang dicarinya selama ini.
Ciri Fisik
Jalan beberapa waktu, Salman Al Farisi mendapat tanda kerasulan lainnya sebagaimana dulu disampaikan pendeta. Salman mendatangi Rasulullah ﷺ yang berada di Baqi Al Gharqa, sebuah komplek pemakaman.
Di sana, Rasulullah ﷺ sedang duduk di tengah para sahabatnya. Setelah mengucapkan salam, Salman Al Farisi pun berjalan ke belakang Rasulullah ﷺ untuk mencari segel kenabian atau Khatam An Nubuwwah sebagaimana dikatakan pedeta. Rasulullah ﷺ pun menyadari hal itu.
Rasulullah ﷺ tiba-tiba menurunkan surban yang menutupi punggungnya sehingga Salman Al Farisi pun bisa dengan jelas melihat segel kenabian. Dengan seketika Salman Al Farisi pun langsung memeluk Rasulullah ﷺ sambil menangis.
Salman menceritakan perjalanan panjang telah dilaluinya dari negeri Persia hingga Yastrib yang akhirnya bertemu Rasulullah ﷺ. Kemudian ia memeluk Islam dan menjadi salah satu dari para Sahabat mulia.
Inilah sepenggal kisah dari perjalanan panjang seorang Salman Al Farisi dalam pencarian sebuah kebenaran.
Salman Al Farisi, nama kunyahnya yakni Abu Abdullah. Ia yang berasal dari Desa Jayyun, kota Isfahan, Persia.
Pada awalnya, Salman adalah pemeluk agama Majusi atau Zoroastrianisme. Namun dalam pencariannya akan agama yang benar mengantarkannya pada agama Nasrani.
Saat Salman Al Farisi memeluk agama Nasrani, ia tinggal di gereja. Kala itu Salman Al Farisi berpindah asuhan dari satu pendeta ke pendeta lainnya. Hingga sampai pada salah satu pendeta, Salman Al Farisi diberi tahu bahwa tidak lama lagi akan ada seorang nabi yang diutus dengan agama Ibrahim.
Pendeta itu menyampaikan bahwa nabi akhir zaman itu akan muncul dari negeri Arab dan tempat hijrahnya adalah sebuah negeri di antara dua dataran bertanah hitam. Diantara keduanya banyak buah kurma yang memiliki ciri-ciri menonjol. Pendeta itu mengungkapkan bahwa nabi itu mau memakan hadiah tapi tidak mau memakan sedekah. Dan diantara dua bahunya ada segel kenabian.
Setelah pendeta itu wafat, Salman Al Farisi pindah dan menetap beberapa lama di Amuriyah. Singkat kisah, Salman pun bertemu dengan para saudagar dari Bani Kalb asal Arab. Kepada para saudagar itu Salman meminta agar dirinya dibawa ke negeri Arab dan sebagai imbalan agar orang-orang Arab itu mengajaknya.
Salman memberikan sapi dan barang-barang berharga miliknya. Namun malang, sesampainya di sebuah tempat bernama Wadil Qura, para saudagar itu menzalimi Salman Al Farisi hingga menjadikannya budak dan menjualnya kepada lelaki Yahudi.
Salman Al Farisi pun tinggal dengan orang Yahudi itu. Ia pun terheran karena tempat tinggal orang Yahudi itu penuh dengan pohon kurma. Saat itu, Salman Al Farisi pun berharap telah sampai di negeri sebagaimana disebutkan pendeta Nasrani sebelumnya.
Namun, Salman kemudian dijual kembali ke orang dari Bani Quraizhah, Madinah atau saat itu masih bernama Yastrib. Maka akhirnya pun Salman dibawa ke Madinah.
Di situlah Salman mendapati bahwa kota Yastrib sama sebagaimana tanda-tanda yang disampaikan pendeta. Ia pun tinggal di kota itu hingga berjumpa dengan kekasih dari Sang Maha Kasih, Muhammad bin Abdullah
Sebuah Kisah Salman, Kembali sebagai Antitesis Zaman dari Sedikit Manusia
Satu pencarian, kurang-lebih, seperti yang dialami Salman Al Farisi. Ya, pencarian kebenaran yang telah lama dinubuatkan oleh sang junjungan mulia bagi semesta, Rasulullah ﷺ.
Kini kita telah sampai pada masa di mana informasi dapat cepat kita peroleh di genggaman.
Maka, dalam sebuah pencarian, sangatlah mungkin kita lebih cepat perjalanannya dibanding Salman Al Farisi untuk membuktikan suatu kebenaran. Termasuk pula dalam membuktikan kebenaran kabar dari mimpi-mimpi Muhammad Qasim.
Akan tetapi memang, sudah menjadi sunatullah, hal ini tetap tidak mengubah pola dalam mempercayai nubuwat ini. Sebagaimana hadits Nabi yang mengatakan bahwa apabila Al Mahdi telah terdengar maka sambutlah walaupun harus merangkak di atas es.
Namun begitu, tentu, masih banyak aral terjal melintang yang musti dihadapi oleh para penyampai mimpi Muhammad Qasim bin Abdul Karim yang bakal menguras lagi lebih banyak kesabaran serta komitmen dalam menyebarkan berita gembira juga peringatan dalam mimpi-mimpi Muhammad Qasim.
Wallahu alam bissawab
Al Fakir