Mimpi sebagai Persiapan Para Rasul dan Nabi! Pemuda Al Mubasyirah? Dialah Calon Pemimpin Akhir Zaman

Oleh: Dr.dr. H. Jaya Mualimin Munawar Al-Badri, Sp.KJ, M.Kes.MARS.

Mimpi-Mimpi Muhammad Qasim

Beliau, Muhammad Qasim bin Abdul Karim seorang pemuda dari Lahore Pakistan. Ketika penulis berkunjung di kediaman beliau pada bulan Februari 2022, Muhammad Qasim menceritakan beliau bermimpi sejak umur 5/6 tahun tentang dirinya dan peristiwa yang akan dialami ke masa depannya. Kemudian mimpi-mimpi tersebut berlanjut sampai Muhammad Qasim berumur 40 tahun. Tumbuh kembang hidupnya dipenuhi oleh mimpi-mimpi yang hadir dalam hidupanya. Satu waktu mimpi yang dialami karena indahnya, Muhammad Qasim baru tersadar ketika terbangun. Demikian lah yang dikisahkan dalam mimpi-mimpi yang telah dibagikan dalam kanal YouTube-nya, dan disebarkan oleh para Helpers Muhammad Qasim sejak tahun 2014.

Mimpi Al-Mubasyirah

Hakikat mimpi adalah sebuah kesadaran yang timbul dalam jiwa rasional yang berada dalam esensi spiritualnya sebagai percikan dari bentuk-bentuk peristiwa. Begitu jiwa menjadi spiritual maka bentuk-bentuk jiwa spiritual itu memiliki eksistensi yang aktual di dalamnya. Sebagaimana yang terjadi pada semua esensi spiritual lainnya.

Jiwa yang menjadi spiritual akan melepaskan diri dari materi badani dan persepsi badani. Kejadian ini akan berlangsung ketika tidur, sehingga memunculkan pengetahuan tentang kejadian-kejadian masa mendatang yang diimpikan, dan kembali memperoleh persepsi yang termasuk bagiannya.

Jiwa secara potensi merupakan esensi spiritual yang dilengkapi oleh organ jasmani dan persepsi-persepsi tubuh sehingga eksistensinya logis dan menjadi sempurna. Spiritual jiwa yang sudah menjadi eksistensi spiritual tidak memerlukan lagi bantuan organ jasmani. Dalam tingkatan spiritual, jiwa mempunyai tingkatan terendah dibandingkan jenis malaikat yang menempati tingkat tertinggi dan ia tidak perlu persepsi jasmani apa pun.

Persiapan untuk kehidupan rohani yang tinggi akan terbentuk dalam jiwa selama masih ada di dalam jasmani. Persiapan yang spesifik menuju kerohanian yang tinggi harus melalui pembimbingan seperti yang dimiliki oleh para wali, dan ada juga persiapan yang sifatnya umum dimiliki oleh semua manusia. Inilah arti dan maksud mimpi.

Sedang yang dimiliki oleh para nabi adalah untuk lepas dari kemanusiaan menuju kemalaikatan murni yang merupakan tingkat paling tinggi. Berkali-kali persiapan berulang selama wahyu. Ia terwujud kembali ketika Nabi kembali ke tingkat persepsi jasmani.

Persepsi yang dimiliki selama itu benar-benar sama dengan yang terjadi dalam keadaan tidur. Meskipun tidur sama sekali berbeda dan jauh berbeda di bawah tingkat wahyu. Oleh karena persamaan itulah, Rasulullah ﷺ menetapkan bahwa mimpi merupakan “salah satu dari 46 kenabian, atau diriwayat lain disebutkan 43 atau 40 bagian dari kenabian”.

Kejadian sirah Rasulullah ﷺ yang dialami bila diperhatikan mengenai maksud “46” dikatakan bahwa pada mulanya wahyu diterima Nabi ﷺ melalui mimpi selama 6 bulan atau setengah tahun. Sedangkan lama kenabian seluruhnya adalah 23 tahun, artinya ½ /23 tahun sama dengan 46. Sehingga jelas bahwa salah satu hikmah awal kenabian adalah mimpi yang datang terlebih dahulu sebelum wahyu sebagai bentuk persiapan spesifik yang dimiliki secara fitri bagi para utusan.

Persiapan ini bersifat universal ada pada manusia, walaupun untuk mencapainya mesti harus melalui kesukaran dan rintangan yang banyak sekali. Diantara rintangan yang paling besar adalah indera eksternal. Oleh karena itu Allah menciptakan manusia mampu memperoleh jalan menyingkap tutup-tutup indera melalui jalur tidur. Yang merupakan fungsi alami bagi manusia. Apabila tutup tabir ini telah terbuka, jiwa manusia memiliki kesempatan untuk mengetahui apa saja yang ia impikan dalam dunia kebenaran. Pada lain waktu ia dapat menangkap percikan-percikan dari apa yang ia cari. Oleh karena Rasulullah ﷺ menjadikan sebagai salah satu berita gembira yang diberikan kepada manusia.

“Tidak ada yang tersisa dari kenabian kecuali kabar-kabar gembira al mubasyirat.” Mereka, para sahabat bertanya, ”Apakah kabar gembira itu, wahai Rasulullah?”, beliau menjawab, ”mimpi yang baik akan dilihat orang yang shaleh, atau diperlihatkan kepadanya.”

Mimpi Kebenaran Rasulullah ﷺ

Seperti diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim, enam bulan sebelum wahyu pertama turun, Nabi Muhammad ﷺ selalu mendapat mimpi-mimpi. Aisyah memberi keterangan, “Yang pertama sekali mendahului kedatangan wahyu kepada Rasulullah ﷺ adalah mimpi-mimpi yang benar. Setiap mimpi beliau selalu terbukti (kebenarannya) secara nyata, seterang cahaya di pagi hari. Demikianlah keadaannya, sampai kemudian Malaikat Jibril datang dengan membawa tiga ayat dari awal Surah al-‘Alaq.”

Adapun Imam al-Syaukani dalam Fath al-Qadir memberikan definisi yang lebih perinci. Seorang nabi adalah pria yang diberikan wahyu oleh Allah ﷻ melalui mimpi atau ilham. Sementara itu, seorang rasul adalah pria yang diberikan wahyu oleh Allah ﷻ melalui Malaikat Jibril.

Pendapat tersebut diperkuat Imam al-Baihaqi. Nabi Muhammad ﷺ diangkat menjadi seorang nabi pada Rabiul Awal berdasarkan wahyu yang diperolehnya melalui mimpi. Enam bulan kemudian, beliau menerima wahyu dalam keadaan terjaga di Gua Hira.

Imam Ibn Hajar al-‘Asqalani menuturkan, wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ berupa mimpi-mimpi berfungsi sebagai persiapan mental bagi beliau dalam menerima wahyu-wahyu berikutnya, yakni yang melalui Malaikat Jibril yang datang kepadanya dalam keadaan terjaga.

Beberapa waktu menjelang turunnya wahyu pertama, Nabi Muhammad ﷺ sering kali mendengar suara yang berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya engkau adalah pesuruh Allah (Rasulullah) yang benar.”

Dan ketika Nabi ﷺ mengarahkan pandangan mencari sumber suara itu, beliau mendapati seluruh penjuru telah dipenuhi oleh cahaya yang gemerlap dan hal ini mencemaskan beliau sehingga dengan tergesa-gesa beliau menemui istri tercinta, Khadijah.

Khadijah menyarankan Nabi ﷺ menemui Waraqah bin Naufal, seorang tua yang mempunyai pengetahuan tentang agama-agama terdahulu.

Dalam pertemuan tersebut terjadilah dialog.

“Dari mana engkau mendengar suara tersebut?” tanya Waraqah.

“Dari atas,” jawab Nabi ﷺ.

Waraqah berkata lagi, “Yakinlah bahwa suara itu bukan suara setan, karena setan tidak akan mampu datang dari arah atas, tidak pula dari arah bawah. Suara itu adalah suara dari malaikat.” (Baca: M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Tafsir atas Surat-Surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu, Pustaka Hidayah. Jakarta: 1997).

Dalam al-Quran surat al-Araf ayat 17 disebutkan sumpah iblis untuk mengoda manusia dari empat penjuru: muka, belakang, kanan, dan kiri. Tanpa menyebutkan arah atas atau bawah. Arah atas diartikan oleh sebagian ulama sebagai arah ketinggian dan keagungan Tuhan serta rahmat-Nya. Arah bawah sebagai lambang kerendahan dan ketaatan manusia dalam memperhambakan diri kepada-Nya.

Seseorang tidak akan terkecoh dan dipengaruhi oleh rayuan setan selama ia menengadah ke atas mengakui Kemahaagungan Allah ﷻ atau sujud di tanah mengakui kelemahan dan kebutuhan kepada Dzat Yang Maha Tinggi itu.

Demikian bahwa akhir zaman adalah misteri zaman yang masih banyak polemik dan beda pendapat para mufasir dan kaum akademik, maka kita serahkan kepada Allah ﷻ dan Rasul-Nya, maka melalui berita-berita langit dari Al-Mubasyirat nya, demikianlah semoga tulisan ini bermanfaat. Mari kita pelajari kumpulan mimpi-mimpinya.

Wallohu alam bissawab

Al Fakir

One thought on “Mimpi sebagai Persiapan Para Rasul dan Nabi! Pemuda Al Mubasyirah? Dialah Calon Pemimpin Akhir Zaman”
  1. Masya Allah Tabaraakallah
    Allahu Akbar, Since meeting the author and having a long conversation, I believe in the truth of Mohammad Qasim’s dreams, but with all the limitations the helper has not been able to do much

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *