Menunggu Antiklimaks Bu’ats Akhir Zaman
Oleh: Dr. dr. H. Jaya Mualimin, SpKj, M.Kes, MARS
Pendahuluan
Perang Bu’ats adalah peperangan terakhir di kota Yasrib sebagai rentetan peperangan abadi antara Aus dan Khazraj dan akhir dari peristiwa itu menjadi awal pencarian seorang pemimpin wahyu yang berakhir dengan peristiwa hijrah al Mubarakah.
Ada seorang penulis sejarah terkenal Philips K. Hitti menggambarkan cerita itu dengan menyebut “Yaum al-Arab” setting kondisi masyarakat Arab Jahiliah Saat awal kemunculan wahyu yang menyebabkan masyarakat Arab belum fokus untuk menyambut awal seruan wahyu padahal sudah 8 tahun wahyu tersebut sudah disebarkan oleh Nabi Muhammad ﷺ di Makkah. Yastrib belum memikirkan, mereka masih asik dengan konflik dan permusuhan di antara kabilah dan suku, walaupun antiklimaks nya justru inilah yang memberikan jalan kesadaran pentingnya satu pemimpin yang akan mendamaikan. Dan terbukti saat perang Bu’ats berakhir dan yang tersisa adalah korban di kedua pihak, maka kesadaran untuk mencari sosok Nabi Muhammad ﷺ menjadi perhatian.
Kondisi Spiritual Budaya Jazirah Arab atau disebut Hijaz pada abad awal kelahiran Muhammad ﷺ dikelilingi oleh pengaruh yang berbeda, baik dari sisi intelektual, keagamaan maupun material, baik yang datang dari Byzantium, Suriah (Aramaik), Persia dan Abisinia, maupun yang datang melalui kerajaan Gassan, Lakhmi dan Yaman. Di satu sisi agama Kristen berhasil memantapkan kedudukannya di Najran, dan agama Yahudi di Yaman dan Hijaz. Keduanya tidak mempengaruhi hati orang-orang Arab Utara. Yang unik bahwa agama kuno yang berkembang di semenanjung Arab tampaknya telah mencapai titik puncak atau antiklimak. Ketika ia tidak bisa lagi memenuhi tuntunan spiritual masyarakat dan dikalahkan oleh kelompok yang mengembangkan ajaran monoteisme yang menyebut dirinya kelompok Hanif (berasal dari Bahasa Aramik melalui orang-orang Nabasia). Tokoh tersebut adalah Umayyah Ibnu Abi Salt (wafat 624 M) sepupu kedua dari jalur ibunda Nabi ﷺ, dan Waraqah bin Naufal sepupu Istri Nabi ﷺ termasuk dalam kelompok Hanif ini. Meskipun sumber lain menyebutkan Waraqah bin Naufal adalah pemeluk agama Kristen.
Berita Mesiah
Berita Mesiah sudah terdengar dari mulut ke mulut dari kaum Yahudi. Tidak terkecuali di kota Yastrib. Pada saat itu suku-suku bangsa Arab yang mendiami tanah Hijaz masih disibukkan dengan pertikaian yang muncul karena persoalan sengketa ternak, padang rumput dan mata air. Persoalan ini sering memicu terjadinya perampokan, dan penyerangan. Yang menang akan munculkan tokoh pahlawan lokal yang akan dikenang dalam syair-syairnya.
Propaganda Syair
Perang syair yang penuh dengan kecaman dari para penyair sebagai juru bicara antar suku yang bersengketa. Syair menjadi alat propaganda suku yang luar biasa berkembang. Bangsa Arab punya apresiasi yang tinggi terhadap ungkapan bernuansa sangat puitis, dan tema-tema ungkapannya sangat tersentuh oleh hiasan kata-kata indah, baik lisan maupun tulisan. Tidak ada bangsa di dunia yang menunjukan kehebatan dalam ungkapan dan apresiasi bahasa ini selain Arab. Nabi yang dilahirkan di Makkah dengan kondisi ummi menarik dianalisis, mengapa? Perang syair-syair, puisi dan prosa kepahlawanan menjadi “Yaum al-Arab”.
Antiklimak Perang Bu’ats
Tercatat dalam sejarah perang fisik pertama bangsa Arab adalah perang Basus selama 40 tahun, kemudian perang al-Ghabra, dan perang Antar. Sedangkan perang yang paling dikenal dalam buku-buku sirah adalah perang Buats dan Al-Fijar. Di Yatsrib perang Bu’ats adalah perang yang paling besar dan berat terjadi tahun 612-618 M, yang pada akhirnya mereka menyadari pentingnya perdamaian. Suku Khajraz dan Aus mencari sosok pemimpin yang dapat mendamaikan sesuai berita mesiah Yahudi yaitu akan muncul seorang pemimpin dari kalangan bangsa Arab yang adil.
Mencari Utusan Wahyu
Penduduk Yatsrib mulai mencari informasi dan mengirim utusan-utusan ke kota Makkah. Utusan 6 orang pemuda musim haji tahun 619 M berhasil bertemu dengan Nabi ﷺ di luar kota Makkah Mina. Mereka berjanji akan datang lagi mengajak kaumnya. Pada tahun 620 M, mereka pemuda awal ditambah 7 orang tokoh Yastrib bertemu mengadakan perjanjian Aqobah pertama Nabi ﷺ. Tahun 621 M datang sekitar 75 orang tokoh Yatsrib membuat perjanjian Aqobah kedua dan mengundang Nabi ﷺ dan pengikutnya tinggal di Yatsrib dengan harapan bisa mendamaikan suku Aus dan Khajraz. Pada saat itu orang-orang Yahudi sedang menunggu-nunggu datangnya seorang juru selamat/mesiah. Setelah itu dilanjutkan hijrahnya 200 orang pengikut Nabi ﷺ secara diam-diam. Nabi ﷺ sendiri berangkat paling terakhir bersama sahabat Abu Bakar As-Siddiq tiba di Yatsrib pada tanggal 24 September 622 M.
Menunggu Antiklimak Bu’ats Masa Kini
Kini 9 tahun al Mubasyirat telah disampaikan melalui Muhammad Qasim bin Abdul Karim, kondisi masyarakat masih asik dengan perdebatan, perselisihan di segala bidang termasuk dalam keilmuan, keagamaan saling menonjolkan kelompoknya. Beberapa kelompok sudah bertikai secara fisik peperangan. Di sisi lain kemiskinan, kebodohan dan telah menjadi persoalan umat islam yang menambah duka nestapa yang tidak berujung. Pertikaian dalam hal keyakinan menjadi abadi, kaum Sunni, Syiah, menjadi isu sejak berakhirnya masa Kekhalifahan Sahabat, hampir 1400 tahun tidak ada batas sampai hari ini. Kapan kah mereka menyadari akan persatuan umat, meraka sebenarnya menyadari bahwa penyakit umat ini karena meninggalkan akidah dan banyak berselisih dalam persoalan agamanya.
Seakan ini adalah hari-hari umat Islam masa kini yang bisa disebut “Yaum al Muslim” seperti ungkapan Philips K. Hitti.
Semoga antiklimak segera muncul karena 8 tahun sudah berlalu al mubasyirat telah sampai. Pasukan Hamas sebagai garda terakhir yang diandalkan sebagai pejuang Islam semoga menjadi antiklimak perselisihan umat, mengembalikan kesadaran akan pentingnya kepemimpinan wahyu al mubasyirat. Karena ketentuan dan rencana Allah ﷻ pasti sempurna.
Allah ﷻ telah menjanjikan kemenangan melalui pemimpin Al Mahdi yang ditandai dengan kemenangan dalam perang Ghazwa el Hind, perang Badar Modern ini sebentar lagi akan terjadi.
Wallhu’alam bil muradi
Salam
Al fakir