Gen DNA Identik dengan Silsilah Nasab Ruh, Adam AS, Rasulullah ﷺ dan Keturunannya sampai Akhir Zaman

Oleh: Dr. dr. H. Jaya M. Munawar Al Badri, SpKJ, MKes, MARS

Genomik DNA anak identik dengan ayah, datuk dan leluhurnya sebagai bukti autentik sah. Demikian juga nasab ruh/jiwa yang terpancar dari kode-kode DNA tersebut kelak. Puluhan atau ribuan tahun muncul walaupun tidak perlu bukti genomik itu.

“Peristiwa mirip yang dialami seseorang di masa lalu salah satu bukti adanya hubungan silsilah nasab”.

Genealogi genetik telah digunakan oleh sekelompok orang untuk melacak keleluhuran mereka meskipun mereka tidak memiliki akses ke teknik genealogi historis konvensional.

Gen manusia sejatinya berasal mula dari Bapak moyang kita Adam AS dan Siti Hawa. Tentu variasi genetik akan diwariskan ke jalur ras yang tersebar di dunia. Beribu-ribu tahun bahkan ratusan ribu tahun dapat dilacak identifikasi kesesuaiannya antar individu dan jalur silsilahnya.

Genealogi genetik atau silsilah genetik adalah penggunaan tes DNA silsilah, yaitu, pembuatan profil DNA dan tes DNA, yang dikombinasikan dengan metode silsilah tradisional, untuk menyimpulkan hubungan genetik di antara individu.

Hal ini kemungkinan disebabkan mereka tidak mengetahui salah satu dari kedua orang tua kandung mereka atau karena catatan silsilah konvensional telah hilang atau tidak ditemukan karena terpisah berabad-abad.

Siapa yang dapat memastikan secara genetik Rasulullah ﷺ identik dengan DNA Nabi Ismail, Nabi Ibrahim AS, bahkan bisa sampai manusia awal DNA identik Adam AS? Saat itu belum ada penelitian tes DNA. Berbeda saat sekarang ini dengan kemajuan ilmu dan teknologi secara empirik dapat menjelaskan bahwa genomik rantai DNA pada manusia berasal dari satu DNA manusia pertama.

Silsilah Gen Terpelihara Nabi Muhammad ﷺ sampai Adnan.

Rasulullah ﷺ telah menjamin secara genetik dalam hadisnya sampai pada Adnan.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Janganlah kalian menyebut-nyebut datuk-datukku setelah Adnan”.

Larangan Rasulullah ﷺ untuk tidak menyebut-nyebut garis keturunannya (nasab) semenjak Hadhrat Adnan (kaum Ad) hingga Nabi Ibrahim dan semenjak Nabi Ibrahim hingga Nabi Adam disebutkan dalam beberapa hadis dan beberapa kitab. Alasan pelarangan Rasulullah ﷺ adalah karena tidak jelasnya garis keturunan dan datuk-datuk beliau semenjak Adnan serta bermaksud untuk mengantisipasi perbedaan pendapat di antara para sejarawan terkait dengan masalah ini. Begitu rumit dan kompleksitasnya pembauran dan migrasi, ras suku bangsa sehingga Nabi ﷺ pun melarang silsilah dari Adnan sampai kepada Ibrahim AS dan bahkan sampai Adam AS. Karena keterbatasan materi genetik inilah, Nabi ﷺ menyampaikan pelarangan dalam hadisnya.

Hadis-Hadis Silsilah Nabi ﷺ

Silsilah Nasab Nabi ﷺ yang sering disebut khairul khalq (makhluk terbaik) dan sayyid al anbiyâ’ wal mursalîn (pemimpin para nabi dan rasul) memiliki nasab yang luar biasa sucinya. Nasabnya dipenuhi orang-orang termulia dari generasinya. Tidak ada satu pun darinya yang berperilaku tercela. Karena itu, umat Islam harus mengetahui nasab Rasulullah ﷺ secara terperinci. Dalam kitab al-Sîrah al-Nabawiyyah, Imam Ibnu Hisyam menulis nasab Rasulullah Muhammad ﷺ sebagai berikut:

“Ini adalah kitab Sirah Rasulullah ﷺ, dia adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muttalib (nama asli Abdul Muttalib adalah Syaibah bin Hasyim) nama asli Hasyim adalah Umar bin Abdu Manaf (nama asli Abdu Manaf adalah Mughirah bin Qusayy bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ayy bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin al-Nadlr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah) nama asli Mudrikah adalah ‘Amr bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’add bin ‘Adnan bin Udda (dilafalkan juga Udada) bin Muqawwim bin Nahur bin Tayrah bin Ya’ruba bin Yasyjuba bin Nabat bin Ismail bin Ibrahim (khalil al-rahman) bin Tarih (dia adalah Azar) bin Nahur bin Sarug bin Ra’u bin Falikh bin Aybar bin Syalikh bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh bin Lamak bin Mattu Syalakh bin Akhnunkh (dia adalah Nabi Idris) bani Adam pertama yang dianugerahi kenabian dan baca tulis (bin Yard ) bin Malayil bin Qainan bin Yanisy bin Syits bin Adam ‘alaihis salam.” (Imam Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, ed. Umar Abdul Salam Tadmuri, Dar al-Kutub al-‘Arab, 1990).

Imam Ibnu Hisyam memang menyebutkan nasab Rasulullah ﷺ secara lengkap dari Abdullah sampai Nabi Adam AS, tapi para ulama dan ahli sejarah sendiri berbeda pendapat perihal nasab Rasulullah ﷺ di atas Adnan. Nasab Rasulullah ﷺ yang disepakati para ulama hanya nasab dari Abdullah sampai Adnan, sedangkan nasab dari Adnan ke atas, para ulama berbeda pendapat.

Dr. Sa’id Ramadhan al-Buthi mengomentari hal ini dengan mengatakan:

“Adapun nasab Rasulullah ﷺ di atas Adnan, para ulama berbeda pendapat, tidak ada yang bisa dianggap paling shahih. Namun, semua ulama sepakat bahwa Adnan merupakan keturunan dari Ismail, Nabi Allah putra Ibrahim Khalilullah ‘alaihis salam.” (Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi, Fiqh al-Sîrah al-Nabawiyah Ma’a Mujaz li al-Tarîkh al-Khilâfah al-Rasyîdah, Damaskus: Dar al-Fikr, 1991).

Memang terjadi banyak perbedaan pendapat mengenai nasab Rasulullah ﷺ dari Adnan ke atas. Beberapa ahli bahkan mengatakan tidak ditemukan seorang pun yang mengetahui hal ini Salah satu yang berpendapat demikian adalah Sayyidina Urwah bin Zubeir bin Awam (644-713 M).

Beliau berkata: “Mâ wajadnâ man ya’rifu mâ wara’a ‘adnâna — kami tidak menemukan seorang pun yang (secara pasti) mengetahui nasab Rasul ﷺ dari Adnan seterusnya.” (Imam Muhammad al-Dzahabi, Tarîkh al-Islâm wa Wafayât al-Masyâhîr wa al-A’lâm: al-Sîrah al-Nabawiyyah, Damaskus: Dar al-Kitab al-‘Arabi, juz 2). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sayidina Abu al-Aswad bin Muhammad bin Abdul Rahman, salah seorang anak asuh Sayidina Urwah bin Zubeir. Beliau berkata: “Saya mendengar Abu Bakar bin Sulaiman bin Abu Khaitsamah, salah seorang yang paling berpengetahuan mengenai nasab bangsa Quraish dan syair-syairnya berkata: “Tidak ditemukan seorang pun yang mengetahui nasab Rasul ﷺ setelah Ma’ad bin Adnan, baik dalam syairnya para penyair maupun dalan pengetahuannya orang berilmu.” (Imam Muhammad al-Dzahabi, Tarîkh al-Islâm wa Wafayât al-Masyâhîr wa al-A’lâm: al-Sîrah al-Nabawiyah, juz 2).

Dengan demikian wajar saja jika terjadi banyak perbedaan jumlah maupun nama nasab Rasul ﷺ dari Adnan ke atas yang banyak ditemukan di kitab-kitab Sirah Nabawiyyah dan hadits. Salah satu yang paling mencolok adalah riwayat Sayyidina Ibnu Abbas RA: “Saya Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muttalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin al-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’add bin Adnana bin Udda bin Udada bin Alhaysa’ bin Nabat bin Hamal bin Qaidzar bin Isma’il bin Ibrahim ……..” (Imam al-Hafidh al-Dailami, Firdaus al-Akhbâr bi Ma’tsûr al-Khitâb al-Mukharraj ‘ala Kitâb al-Syihâb, Damaskus: Dar al-Kitab al-‘Arabi, juz 1). Dalam riwayat yang dikutip oleh Imam Ibnu Hisyam (w. 213/218 H), Adnan merupakan anak Udda yang terkadang disebut dengan Udada, sedangkan dalam riwayat Sayyidina Ibnu Abbas, Udda merupakan anak dari Udada. Perbedaan lebih mencolok terjadi pada runtutan nasab setelah Udada. Riwayat kutipan Imam Ibnu Hisyam menyebut (riwayat pertama), “Udada bin Muqawwim bin Nahur bin Tayrah bin Ya’ruba bin Yasyjuba bin Nabat bin Ismail bin Ibrahim.” Sementara riwayat Sayyidina Ibnu Abbas mengatakan (riwayat kedua), “Udada bin Alhaysa’ bin Nabat bin Hamal bin Qaidzar bin Isma’il bin Ibrahim”. Jika pun nama-nama itu merupakan nama lain, seperti dalam kasus Abdul Muttalib yang nama aslinya Syaibah, tetap saja tidak dapat menyingkirkan perbedaan, karena nama Nabat pada kedua nasab di atas menempati urutan yang berbeda. Imam al-Kinani dalam Mukhtashar-nya juga mengutip runtutan nasab yang berbeda, yaitu Adnan bin Udda bin Udada bin Alyasa’ bin Alhamaisa’ bin Salaman bin Nabat bin Hamal bin Qaidzar bin Ismail bin Ibrahim. (Imam al-Hafidh al-Dailami, Firdaus al-Akhbâr bi Ma’tsûr al-Khitâb al-Mukharraj ‘ala Kitâb al-Syihâb, juz 1). Artinya, di samping perbedaan urutan, terjadi juga perbedaan jumlah orang. Selain itu, banyak juga terjadi perbedaan penulisan dari mulai Adnan ke atas, seperti Fâlikh, ‘Aibar, Râ’û, dan lainnya dalam riwayat yang dikutip oleh Imam Ibnu Hisyam, dan Fâligh, ‘Âbir, Râghû, dan lainnya dalam riwayat Sayyidina Ibnu Abbas. Hal ini terjadi karena kebanyakan dari nama-nama itu adalah isim ‘ajam (nama bukan Arab). Imam Ibnu Sa’ad berkata: “Sisa nama-nama ini adalah nama-nama ajam (non-Arab), sebagiannya tidak mungkin ditulis dengan tepat kecuali dengan cara memperkirakannya.” (Imam Muhammad al-Dzahabi, Tarîkh al-Islâm wa Wafayât al-Masyâhîr wa al-A’lâm: al-Sîrah al-Nabawiyyah, juz 2).

Dalam al-Sirah al-Nabawiyyah karya Imam Ibnu Hisyam sendiri terdapat riwayat lain yang memiliki cara penulisan berbeda dengan yang pertama, salah satunya riwayat Sayidina Qatadah bin Dima’ah: “Ismail bin Ibrahim Khalilurrahman bin Tarikh — beliau adalah Azar (bin Nakhur) bin Asrugh bin Arghu bin Falikh bin ‘Abir bin Syalikh bin Arfaksyadz bin Sam bin Nuh bin Lamak bin Matusyalakh bin Akhnukh bin Yard bin Mahla’il bin Qayin bin Anusy bin Syit bin Adam ‘alaihis salam.” (Imam Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, 1990). Perbedaannya terletak pada penulisan nama Asrugh, Arghû, ‘Âbir, Matûsyalakh, Mahlâ’îl, Qâyin, Anûsy, dan Syît yang pada riwayat pertama ditulis Sârûgh, Ar’û, ‘Aibar, Mattûsyalakh, Mahlayil, Qaynan, Yânisy, dan Syîts. Seperti yang dikatakan Imam Ibnu Sa’ad, perbedaan itu terjadi karena nama-nama itu bukan nama Arab, melainkan nama ajam yang tidak dapat ditulis dengan tepat dalam tulisan Arab.

Silsilah nasab sampai ke Nabi Ibrahim AS, jusrtu dikuatkan dengan cerita masa lalu Ayahandanya, Abdullah bin Abdul Mutalib, Rasulullah ﷺ bersabda:

أَنَا ابْنُ الذَّبِيحَيْنِ

Artinya: “Saya adalah anak dari dua orang disembelih.”

Maksud dari ‘dua orang yang disembelih’ adalah Abdullah bin Abdul Muthalib ayah Nabi Muhammad ﷺ dan Nabi Ismail ‘alaihissalâm. Dulu saat Abdul Muthalib menggali sumur Zamzam, ia bernazar akan menyembelih salah satu anaknya jika diberi kemudahan. Setelah dimudahkan, Abdul Muthalib mengundi untuk menentukan salah satu anaknya untuk disembelih. Undian jatuh ke Abdullah. Namun akhirnya Abdullah ditebus dengan 100 ekor unta. Sementara yang dimaksud ‘yang disembelih’ kedua dari hadits di atas adalah Nabi Ismail AS. Sebab Ismail merupakan nenek moyang bangsa Arab atau Abul ‘Arab. Jika Silsilah nasab Rasulullah ﷺ dilacak, pasti akan bertemu dengan Nabi Ibrahim AS.

Kesadaran Manusia

Ketika kita terjaga/bagun atau aktivitas sehari-hari maka kita berada dalam alam dunia kesadaran kita. Sebaliknya ada alam bawah sadar ketika kita tertidur, maka ruhani jiwa/nafs kita muncul dalam aktivitas tidur. Ketika seseorang meninggal dunia, maka ruhnya akan kita berpindah ke alam ruh atau jamaknya arwah. Ruh manusia berkumpul dalam alam arwah, ia tetap hidup menuju alam keabadian di yaumil akhirat. Dalam kehidupan arwah di alam ini tidak jauh beda dengan kehidupan di dunia. ruh orang tua, nenek moyang kita masih berhubungan dengan kita. Mereka mengharapkan doa-doa untuk kebaikan mereka. Ada arwah yang memperebutkan doa-doa manusia di dunia seperti anak ayam merebutkan dengan susah payah benih-benih yang ditaburkan. Itulah pemandangan orang-orang tidak punya keturunan nasab keluarga yang masih hidup di dunia yang sedang mendoakannya.

Dalam pemandangan lain, ada sejumlah orang yang duduk santai tidak ikut rebutan. Saat ditanya, kenapa Anda tidak ikut rebutan? Dijawab, kami tidak perlu rebutan karena anak dan keluarga kami selalu mendoakan dan mengirimkan surah Al-Fatihah setiap seusai salat lima waktu. Namun, tidak lama kemudian, mereka juga ikut rebutan bersama arwah lainnya. Mereka ditanya, kenapa kalian ikut rebutan? Dijawab, kemarin kami tidak perlu rebutan, tetapi anak kami yang selama ini mendoakan sudah meninggal, sementara cucu-cucu kami tidak lagi melanjutkan tradisi itu. Dalam sebuah hadis sahih juga dikatakan apabila anak cucu Adam meninggal, terputuslah seluruh amalnya kecuali anak yang senantiasa mendoakan orang tuanya, ilmu yang bermanfaat yang masih terus diamalkan orang lain, dan amal-amal jariyah. Dalam hadis lain juga dikatakan siapa umatku yang senantiasa bersholawat terhadapku, aku tahu dan kelak di hari kemudian aku akan memberikan syafaat/pembelaan terhadapnya. Alquran sendiri menganjurkan kita untuk selalu mengirimkan sholawat kepada Nabi Muhammad ﷺ. “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS Al-Ahzab/33:56).

Ayat dan hadis-hadis di atas mengisyaratkan kepada kita bahwa ikatan nasab dan silsilah nenek moyang kita di alam arwah masih kuat ikatannya dan abadi. Orang-orang hidup masih bisa memberikan efek terhadap orang-orang yang sudah wafat. Kesempatan berbuat baik setiap orang tidak hanya terbatas ketika seseorang itu hidup. Kita bisa berbuat baik terus-menerus kepada keluarga kita yang sudah meninggal dengan cara berdoa dan melakukan amal kebajikan untuk dan atas nama keluarga kita tersebut. Termasuk diantaranya menunaikan ibadah haji atau umrah untuk anggota keluarga yang sudah meninggal. Alangkah kikirnya kita sebagai anak atau anggota keluarga terdekat, tetapi tidak pernah atau malas kita mendoakan keluarga kita yang sudah meninggal. Siapa malas mendoakan orang yang sudah meninggal, dikhawatirkan dia tidak menerima doa jika kelak dia sudah meninggal. Berdoa tidak mesti harus datang ke makam orang yang didoakan. Di atas sajadah di tengah malam buta seusai salat tahajud mungkin lebih baik ketimbang kita ke makam, tetapi tidak ada ketulusan. Memang, alangkah baiknya seandainya kita sebagai keluarga dekat datang menziarahi makam keluarga sambil mendoakan mereka. Di bibir makam kita bisa membayangkan jasa baik orang tua di masa lampau lebih khusyuk. Namun, jangan sampai kita meminta doa terhadap mereka. Kitalah yang mendoakan mereka.

Nasab Pemimpin Akhir Zaman

1500 tahun terlalu lama dan panjang serta rumit dalam menentukan nasab yang tepat dan akurat. Beberapa tanda-tanda nubuwat yang telah Nabi ﷺ sampaikan, para ahli tafsir dan cendekia ahli silsilah nasab belum juga menemukan misteri pemimpin akhir zaman. Sayidina Hasan RA sebagai permulaan nubuwat pemimpin karena dari keturunan jalur Hasan akan lahir pemimpin akhir zaman, tetapi justru Allah ﷻ sendiri mentakdirkan Hasan mempunyai banyak keturunan. Persoalan ini akan menyulitkan dalam penelusuran genetik sampai akhir zaman. Adalah Hasan terkenal mempunyai banyak isteri. Beliau dikenal sebagai “Al-Mitslaq” (suka mentalaq), karena tampan rupawan sebagai cucu Rasulullah ﷺ, banyak keluarga saat itu ingin menikahkan anak gadisnya kepadanya, sehingga banyak anak keturunannya.

Kejadian unik, langka dari pribadi Muhammad Qasim jadi perhatian penulis. Beliau dalam alam ruh dalam mimpinya telah bertemu Ayahandanya Muhammad ﷺ. Qasim diasuh sejak kecil, hidup dan interaksi dengan lingkungan para sahabat mulia, Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib RA, bertemu para Nabi dan Rasul, 25 Rasul dan Jibril AS.

Akankah ada keraguan terhadap genomik pada diri pemimpin akhir zaman yang ditunggu?

Ali bin Abi Thalib RA, ia mengutip sabda Rasulullah ﷺ sebagai berikut.

“Mahdi dari kami Ahlul Bait. Allah menjadikannya shalih dalam satu malam.” (HR Al Musnad)

Melalui hadits di atas, nasab Imam Mahdi disebut bersambung pada Rasulullah ﷺ yang disebut ahlul bait atau keluarga Nabi Muhammad ﷺ. Meski demikian, sanad hadits di atas masih dianggap lemah dan perlu ditinjau lagi menurut Al Bukhari.

Dalam riwayat lain, ada hadist yang mendukung pernyataan bahwa Imam Mahdi merupakan keturunan Rasulullah ﷺ. Hadits tersebut dikisahkan dari Ummu Salamah RA yang berkata,

“Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Mahdi dari keluargaku dari keturunan lelaki dari Fatimah (putri Rasulullah).'” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Demikian sedikit cerita Nasab bersambung, banyak yang tidak terjangkau oleh ilmu pengetahuan, tapi Allah ﷻ maha kuasa.

 

Wallohu a’lam bisawab

 

Al fakir

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *